BAB I
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Batang dan daun tanaman yang masih muda dapat digunakan untuk pakan ternak, yang tua (setelah dipanen) dapat digunakan untuk pupuk hijau atau kompos. Saat ini cukup banyak yang memanfaatkan
batang jagung untuk kertas. Harganya cukup menarik seiring dengan kenaikan harga bahan baku kertas berupa pulp. Buah jagung yang masih muda banyak digunakan sebagai sayuran, perkedel, bakwan, dan sebagainya. Kegunaan lain dari jagung adalah sebagai pakan ternak, bahan baku farmasi, dextrin, perekat, tekstil, minyak goreng, dan etanol.
Permintaan jagung meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan industri. Di samping itu, kelangkaan bahan bakar minyak dari fosil mendorong berbagai negara mencari energi alternatif dari bahan bakar nabati (biofuel), di antaranya jagung untuk dijadikan bioetanol sebagai substitusi premium. Hal ini mengakibatkan permintaan akan jagung semakin meningkat, sulit didapat dan mahal harganya, karena pengekspor jagung terbesar di dunia seperti Amerika Serikat telah mengurangi ekspornya karena kebutuhan dalam negerinya semakin meningkat, di antaranya untuk industri bioetanol. Cina juga telah mengurangi ekspornya guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negerinya.
Beberapa permasalahan yang dijumpai dalam pengembangan jagung di antaranya adalah fluktuasi produksi dan harga, penanganan pascapanen pada saat panen raya dan alsin prossesing dan pengolahannya (dryer dan corn sheller) termasuk silo, masih terbatas sehingga berpengaruh terhadap kualitas hasil, terbatasnya modal usahatani, dan kemitraan usaha belum berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONDISI AGRIBISNIS JAGUNG
A. Perkembangan Produksi Jagung
Luas panen jagung dalam kurun waktu 1968-2007 mengalami fluktuasi, dengan peningkatan rata-rata 1,85% per tahun. Pada tahun 2007, berdasarkan angka ramalan (ARAM) III, luas panen jagung 3.619.411 ha dengan produksi sebesar 13.279.794 t pipilan kering. Produksi jagung selama kurun waktu tersebut menunjukkan tren yang meningkat dengan laju 5,16% per tahun. Produktivitas jagung pada tahun 2007 rata-rata 3,67 t/ha pipilan kering, meningkat dengan laju 3,70% per tahun (Tabel 1). Peningkatan produktivitas tersebut terkait dengan pengembangan varietas jagung hibrida, peningkatan intensitas pertanaman, dan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Pertanaman jagung pada musim hujan (Oktober-Maret) lebih luas daripada musim kemarau (April-September).
B. Perkembangan Harga Jagung
Harga jagung di tingkat produsen dalam periode 1995-2007 terus meningkat dengan laju 16,6% per tahun. Pada tahun 1995 harga jagung di tingkat produsen Rp 394/kg, dan pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp 1.802/kg.Harga jagung di tingkat konsumen/harga eceran selama kurun waktu 1995-2007 mengalami peningkatan dengan laju 17,07% per tahun. Pada tahun 1995 harga jagung di tingkat konsumen Rp 507 per kg dan pada tahun 2007 (sampai Agustus) telah mencapai Rp 2.885/kg.
C. Konsumsi Jagung
Jagung merupakan salah satu komoditas pangan yang dapat dikonsumsi
secara langsung maupun dalam bentuk olahan. Kegunaan lain dari jagung adalah untuk pakan ternak, bahan baku industri bir, farmasi, dextrin, perekat, tekstil, minyak goreng, dan etanol. Dalam periode 1989-2002 telah terjadi pergeseran penggunaan jagung tetapi masih dominan untuk konsumsi langsung. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Penggunaan jagung untuk industri pangan juga terus meningkat.
2. PERMASALAHAN
Beberapa masalah yang dijumpai dalam pengembangan jagung antara lain:
1. Produksi tidak merata setiap bulannya, sehingga pada waktu tertentu pabrik pakan kekurangan bahan baku jagung.
2. Lemahnya permodalan petani, terutama untuk penyediaan sarana produksi pertanian dan pada waktu tertentu beberapa sarana itu sulit diperoleh.
3. Produksi jagung sebagian besar dihasilkan pada musim hujan, sedangkan alat pengering dan gudang sangat terbatas, menyebabkan banyak produksi jagung yang mengalami kerusakan.
4. Belum adanya jaminan harga pada saat panen raya.
5. Lemahnya kelembagaan petani jagung, sehingga harga ditentukan oleh konsumen, tengkulak, dan pengumpul.
6. Masih terbatasnya benih hibrida di tingkat petani merupakan salah satu
masalah dalam upaya percepatan peningkatan produksi
3. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI
A. Kebijakan
Kebijakan pembangunan tanaman pangan dalam rangka meningkatkan produksi dan pendapatan petani dilakukan melalui lima upaya yang disebut Panca Yasa, yaitu:
a ) Perbaikan infrastruktur pertanian, meliputi pembangunan, rehabilitasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi, jalan usahatani dan lain lain.
b ) Pengembangan kelembagaan pertanian yaitu revitalisasi kelompok tani, gapoktan, asosiasi petani, P3A, dan koperasi.
c ) Penyuluhan dan aplikasi teknologi, meliputi pemberdayaan penyuluh, rekruitmen tenaga penyuluh, kelembagaan penyuluhan, dan lain lain.
d ) Permodalan prtanian yaitu penjaminan pinjaman, subsidi bunga, KKP, SP3, BLMKIP, dan lain lain.
e ) Pemasaran Hasil Pertanian meliputi penetapan harga pembelian pemerintah (HPP), peningkatan mutu hasil, dan lain lain.
disamping itu diatas implikasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan jagung antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan usahatani jagung dalam rangka menyikapi iklim globalisasi ekonomi, sebaiknya diarahkan kepada daerah-daerah potensial yang memiliki keunggulan komparatif lebih baik, guna dapat mengurangi ketergantungan impor jagung Indonesia. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui kemitraan usaha yang progresif dan terbuka, atau melalui suplai pasokan bibit jagung unggul hibrida dan pupuk dengan harga yang 16 terjangkau petani.
2. Perlu adanya terobosan baru dalam instrumen kebijakan pemerintah dan mekanisme pasar input/output, sehingga mampu memecahkan dualisme struktur ekonomi yang lebih berpihak kepada petani. Dengan begitu, diharapkan petani jagung akan lebih bergairah untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahanya, sehingga restriksi pemiskinan petani dapat dicegah. Hal ini dapat diupayakan melalui sistem pasar yang adil dan terbuka dengan sistem kontrol yang ketat dari pihak pemerintah.
3. Perlu adanya rangsangan iklim usaha yang kondusif bagi investor untuk bergerak dalam agroindustri jagung sehingga diharapkan akan mampu membangun kepastian pasar bagi petani produsen dan ketersediaan produksi bagi konsumen jagung. Hal ini dapat dilakukan dengan penyempurnaan sarana dan prasarana, imprastruktur dan supra struktur yang reformatif, efektif dan efisien.
B Strategi
· Peningkatan Produktivitas
Peningkatan produktivitas dicapai melalui perbaikan mutu benih (penggantian varietas komposit ke hibrida dan komposit unggul), pemupukan berimbang, pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT), pengairan dan penggunan alsintan untuk menekan kehilangan hasil pada saat panen.
· Perluasan Areal
Perluasan areal tanam diutamakan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan di samping pembukaan lahan baru, pemanfaatan lahan perkebunan dan kehutanan, lahan-lahan yang belum dimanfaatkan atau lahan tidur. Perbaikan lahan irigasi, pembuatan embung, sumur resapan, dan pompanisasi diperlukan pula dalam kaitannya dengan perluasan areal tanam.
· Pengamanan Produksi
Pengamanan produksi diupayakan melalui pengendalian OPT, dampak perubahan iklim, pengurangan kehilangan hasil, dan peningkatan mutu melaui perbaikan teknologi panen dan pascapanen.
· Kelembagaan dan Pembiayaan
Pengembangan jagung diupayakan pula melalui pemberdayaan kelembagaan yang meliputi kelompok tani, gabungan kelompok tani (Gapoktan), koperasi tani (Koptan), asosiasi petani, LSM, KTNA, UPJA, kios saprodi, pelayanan, penyuluhan, perbenihan, dan perlindungan tanaman. Pembiayaan pengembangan jagung antara lain bersumber dari KKP, LM3, SP3, BLMKIP, LUEP, dan kemitraan.
· Dukungan teknologi
Dukungan teknologi dibutuhkan untuk membuat sistem usaha tani menjadi lebih efektif dan efisien serta berdaya hasil tinggi dan disamping juga dilakukan mitra usaha dan inovasi teknologi. Mitra usaha dibutuhkan untuk menampung hasil dengan harga yang kompetitif, dan menyediakan sarana produksi dengan harga terjangkau dan tersedia saat dibutuhkan. Inovasi teknologi ditekankan pada penerapan teknologi secara maksimal seperti penggunaan bibit hibrida.
· Pendekatan partisipatif
pendekatan partisipatif ditujukan agar masyarakat dapat ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan atau secara aktif melakukan pemahaman tentang kondisi kehidupan mereka sehingga tercipta rencana dan tindakan yang berhasil guna.
4. LANGKAH OPERASIONAL
A. Peningkatan Produktivitas
Dalam upaya peningkatan poduksi, pijakan utama yang digunakan dalam program pengembangan jagung adalah tingkat produktivitas yang telah dicapai saat ini. Pada daerah-daerah yang telah memiliki produktivitas tinggi (> 6,0 t/ha), programnya adalah pemantapan produktivitas. Untuk meningkatkan produksi di daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah (< 5,0 t/ha), diprogramkan pergeseran penggunaan jagung ke jenis hibrida dan komposit unggul dengan menggunakan benih berkualitas.
Setiap tahun diharapkan adanya peningkatan penggunaan benih hibrida 5%. Untuk jagung komposit lokal diharapkan adanya penurunan luas tanam yang sebanding dengan peningkatan luas tanam jagung hibrida.
Dalam program pergeseran penggunaan jenis, varietas, dan benih bermutu tersebut diperlukan kegiatan seperti: (a) perbaikan sistem produksi dan distribusi benih berkualitas jagung hibrida dan komposit unggul, (b) pembentukan penangkar benih berbasis komunal di pedesaan, dan (c) penerapan PTT.
B. Perluasan Areal Tanam
Perluasan areal tanam diarahkan ke luar Jawa yang memiliki potensi cukup luas melalui pemanfaatan lahan sawah selama musim kemarau yang tidak ditanami padi, serta mengoptimalkan dan penambahan luas baku lahan kering.
Dalam memanfaatkan lahan sawah setelah pertanaman padi (biasanya musim kemarau) akan diarahkan pada lahan beririgasi, baik yang bersumber dari air permukaan maupun air tanah. Untuk memanfaatkan air tanah direncanakan pembuatan sumur dan penyediaan pompa. Dalam pemanfaatan lahan kering, untuk penetapan areal perlu dilakukan pewilayahan komoditas agar tidak terjadi tumpang tindih penggunaan lahan dengan komoditas lain. Agar proses produksi jagung pada lahan kering berkelanjutan, maka aspek konservasi lahan perlu mendapat perhatian.
C. Pengamanan Produksi
Pengaman produksi dimaksudkan untuk mengatasi gangguan OPT, dampak fenomena iklim, pengamanan kualitas produksi dan kehilangan hasil akibat penanganan panen dan pascapanen yang kurang benar.
Gangguan OPT dapat diatasi dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu dengan menerapkan berbagai cara pengendalian menjadi satu kesatuan pengendalian yang kompatibel, sehingga OPT tidak menimbulkan kerugian. Pengamanan kualitas produksi dari residu pestisida dilaksanakan dengan pemantauan residu pestisida, penggunaan pestisida secara bijaksana, dan pengembangan penerapan agen hayati. Pengamanan hasil dari dampak fenomena iklim dilakukan dengan memperkuat antisipasi agar kerusakan tanaman dapat ditekan seminimal mungkin. Upaya untuk mengurangi kehilangan hasil dilakukan dengan menerapkan teknologi panen dan pascapanen yang baik.
D. Kelembagaan dan Pembiayaan
· Kelembagaan
Dalam rangka pengembangan agribisnis jagung ke depan diperlukan penguatan kelembagaan, baik kelembagaan petani maupun kelembagaan usaha dan pemerintah agar dapat berfungsi sesuai dengan peranan masingmasing. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang di masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dalam menggerakkan dan mendorong untuk tumbuh dan berkembang melalui program yang telah dirancang. Kelembagaan pertanian antara lain penyuluhan (BPP), kelompok tani, Gapoktan, Koptan, penangkar benih, pengusaha benih, kios pertanian, KUD, pasar desa, pedagang, asosiasi petani, asosiasi industri olahan, asosiasi benih, P3A, UPJA, dan lain-lain diberdayakan seoptimal mungkin untuk mendukung pengembangan agribisnis jagung.
· Pembiayaan
Untuk mempercepat pengembangan jagung maka pendanaan kegiatan dapat berasal dari:
Ø Melalui bantuan benih jagung hibrida, baik yang berasal dari APBN maupun sumber-sumber dana lainnya.
Ø Pengadaan sarana produksi berupa pupuk dan dana untuk pembinaan berasal dari dana APBN (dana tugas pembantuan) dengan pola Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK).
Ø Untuk pendampingan/pengawalan teknologi diperoleh dari dana dekonsentrasi, bila tidak memungkinkan diupayakan dari dana APBD I atau APBD II.
Ø Fasilitas kredit pertanian (KKP, SP3, BLM-KIP, dan lain-lain).
Ø Pendanaan lainnya dalam pelaksanaan program dapat melalui kerja sama dengan pola kemitraan dengan stakeholder.
BAB III
KESIMPULAN
- Luas panen jagung dalam kurun waktu 1968-2007 mengalami fluktuasi, dengan peningkatan rata-rata 1,85% per tahun. Pada tahun 2007, berdasarkan angka ramalan (ARAM) III, luas panen jagung 3.619.411 ha dengan produksi sebesar 13.279.794 t pipilan kering
- Kebijakan pemerintah tentang pengembangan jagung antara lain:
a) Perbaikan infrastruktur pertanian, meliputi pembangunan, rehabilitasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi, jalan usahatani dan lain lain.
b) Pengembangan kelembagaan pertanian yaitu revitalisasi kelompok tani, gapoktan, asosiasi petani, P3A, dan koperasi.
c) Penyuluhan dan aplikasi teknologi, meliputi pemberdayaan penyuluh, rekruitmen tenaga penyuluh, kelembagaan penyuluhan, dan lain lain.
· Strategi pemerintah tentang pengembangan jagung antara lain:
a) Meningkatkan produktivitas jagung
b) Perluasan areal tanam diutamakan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan
c) Pengamanan produksi diupayakan melalui pengendalian OPT
d) Inovasi teknologi ditekankan pada penerapan teknologi secara maksimal seperti penggunaan bibit hibrida,dll